Rabu, 09 Januari 2008

euforia smart card di jakarta

Tampaknya geliat penggunaan SmartCard sebagai alat bantu pembayaran skala kecil (micro payment) telah dimulai.

Para pemain bisnis melihat celah yang menguntungkan dalam menggarap segmen ini. Untuk sistem pembayaran nilai besar (High Value Payment System) di Indonesia dapat menggunakan Sistem RTGS (Real Time Gross Settlement System) atau bahkan Sistem S4 (Scriptless Securities Settlement System) untuk mencairkan surat-surat berharga. Pemain retail pun dapat bermain di segment (Retail Payment System) melalui Sistem Kliring Nasional (SKN). Di segmen inilah terdapat pemain Kartu Kredit, yang kita tahu sedang gila-gilaan mengejar target pengguna. Mulai dari iming-iming Cicilan 0% selama beberapa bulan, bebas biasa tahunan (Annual Fee), Diskon, dan lain-lain. Beberapa pengamat melihat segmen ini mulai jenuh.

Sifat pemakaian kartu kredit di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. Beberapa tahun yang lalu, hampir semua merchant yang mendukung pemakaian kartu kredit memiliki nominial minimal pembayaran. Biasanya mulai dari Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Baru dua tahun terakhir ini, beberapa Bank Penerbit kartu kredit membuat "terobosan". Yang saya ingat, Citibank dengan ClearCardnya memulai dengan program Buy One Get One Free. Pembayaran seharga Rp60.000,- (enam puluh ribu rupiah) di Bioskop yang saya kategorikan eksklusif dapat menggunakan ClearCard. Kemudian diikuti promo dari BCA dengan Kartu Kredit seri BugsBunny, Tazmanian Devil, dan Batman. Bahkan transaksi Rp25.000,- bisa dilakukan menggunakan kartu kredit ini.

Tapi, syarat kepemilikan Kartu Kredit di Indonesia sudah mulai sedikit diperketat melalui peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam PBI No. 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). [Lihat Siaran Pers di situs Bank Indonesia]. Syarat memiliki pendapatan minimum serta usia minimum pemilik Kartu Kredit membuat tidak semua orang bisa melakukan kegiatan APMK yang dimaksud.

Celah inilah yang dimanfaatkan untuk menggarap segmen mikro. Dimulai dari BCA yang memperkenalkan Flazz Card pada tanggal 22 Februari 2007 sebagai "kado" atas Ulangta. Flazz Card ini memungkinkan digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Karena konsepnya adalah Kartu Prabayar, kepemilikannya dapat dipindahtangankan. Sistem pengisian nilainya menggunakan sumber dari Rekening BCA dengan maksimal nilai Rp1.000.000,-. Pada awal peluncuran produk ini, Flazz Card dapat dipergunakan di Alfamart, Indomaret, Bakmi GM, dan Hoka Hoka Bento. Sekarang tampaknya sudah merambah ke BlitzMegaplex. [sumber: Kompas 23 Februari 2007, online cached version dapat dilihat di sini]


Penggunaannya pun lumayan mudah. Kartu tersebut tinggal disentuhkan ke EDC khusus SmartCard dan pembayaran pun selesai. Tanpa menggesekkan kartu, tanpa PIN. Ya, tanpa PIN. Jadi, siapapun yang menemukan dan menggunakan kartu tersebut, dapat melakukan pembayaran. Aman? hmmm... [BCA Flazz Card akan dibahas pada tulisan khusus]

Kemudian Bank DKI mengeluarkan kartu suplemen yang bernama JakCard. Kartu ini diperkenalkan pada tanggal 17 Juni 2007 di Lapangan Monumen Nasional pada acara HUT Bank DKI ke-46. [FYI, Bank DKI Ultah pada tanggal 11 April]. Kemudian diluncurkan untuk umum pada tanggal 1 Oktober 2007. Tapi entah kenapa, kartu ini telah dicap hanya sebagai kartu single purpose, yaitu untuk melakukan pembelian tiket Bus TransJakarta saja. Dan itupun hanya terbatas untuk koridor 2 dan 3. Atau mungkin usaha pendekatannya kurang getol ke merchant lain? Tapi yang jelas, kartu ini bisa mempercepat antrian orang-orang di shelter Bus TiJe (nama keren dari Bus TransJakarta).

Bila dilihat lebih lanjut, bukankah pendapatan daerah DKI Jakarta disetorkan ke Bank DKI? Bila memang benar demikian, seharusnya peluang bisnis untuk menjadikan JakCard alat pembayaran Parking Card, atau bahkan Kartu Tol Elektronik terasa lebih pas. Tapi tampaknya daftar peserta tender Electronic Toll Collection System (ECT) tidak terdapat nama Bank DKI [lihat di sini]. Tapi, sudahlah. Blog ini tidak untuk membahas itu. [FYI, pemenang tender ini adalah Bank Niaga. Namun tampaknya masih menuai masalah. Lihat di sini]. Kita tunggu saja apa kegunaan lain kartu JakCard ini selain melakukan pembayaran Tiket Bus TransJakarta koridor 2 dan 3.

Baru-baru ini, Pertamina mengeluarkan kartu prabayar untuk melakukan pembelian Bahan Bakar Khusus. Kartu tersebut bernama Gaz Card yang di launching pada tanggal 19 Agustus 2007. [sumber: Press Release dari Pertamina]. Konon, kartu ini dalam pengisian nilainya didukung oleh Bank Mandiri, BNI dan BRI. Tapi BCA juga telah mendukung pengisian nilai kartu prabayar ini [sumber: http://www.klikbca.com/individual/silver/news.html?s=2]. Untuk masa mendatang, Kartu tersebut dapat digunakan untuk melakukan transaksi lain selain hanya untuk membeli Bahan Bakar Khusus Kendaraan Bermotor.


Dari ketiga produk di atas, tampaknya perkembangan teknologi SmartCard untuk micro payment system masih sporadic. Mungkin tiap-tiap vendor teknologi ingin unjuk gigi tentang kekuatan adopsi teknologi SmartCard ke dunia pembayaran. Meskipun teknologi SmartCard ini sudah pernah sebelumnya digunakan sebagai kartu akses ke pintu khusus. Bila fenomena euforia ini terus terjadi seperti ini, bukan tidak mungkin pemakainya yang jenuh. Misalnya, dari ketiga kartu di atas, masing-masing kartu memiliki segmen pembelian tersendiri. Bila sebelumnya BCA menerbitkan Flazz Card untuk mendukung micro payment system, kenapa tidak BCA memposisikan Flazz Card juga sebagai media pembelian Bahan Bakar? Tapi malah ikutan mendukung Gaz Card. Dari sisi nasabah BCA sendiri, apakah mau memiliki dua kartu terpisah seperti Gaz Card dan Flazz Card? Ujung-ujungnya nasabah akan mencari satu kartu yang dapat digunakan untuk semua.

Mungkin ide ketiga produk di atas akan lengkap bila nantinya ada satu vendor pemersatu alat pembayaran tersebut. Mungkin seperti ide PT. Artajasa Pembayaran Elektronis dengan ATM Bersama, atau PT. Rintis Sejahtera dengan ATM Prima, dan PT. Daya Network Lestari dengan ATM Alto.

Mari kita lihat negara tetangga, Singapura. Di negara ini, terdapat beberapa produk micro payment seperti EZ-Link dan NETS. Dengan EZ-Link, pengguna bisa melakukan pembayaran MRT, Bis, bahkan bertransaksi di McDonald's Restaurant [lihat di sini untuk tempat bertransaksi menggunakan EZ-Link]. Terintegrasi dengan berbagai merchant memang membuat pemegang kartu tersebut nyaman. Tapi EZ-Link tidak sendiri, masih ada pemain lain yaitu NETS. Bahkan dengan NETS penggunanya bisa melewati gerbang ERP (istilah Jalan Tol di Singapura) [Lihat di sini untuk penggunaan NETS CashCard]. Untuk lebih jauh tentang ERP, dapat dilihat di situs LTA atau situs pariwisata.


[ez-link card]



[NETS CashCard]


Nah, pertanyaannya sekarang: Apakah Indonesia akan memiliki pertumbuhan MicroPayment with SmartCard ini tetap sporadis seperti sekarang atau menunggu pemain inti yang dapat menggabungkan beberapa penggunaannya?

Mungkin butuh beberapa puluh bulan untuk menjawab pertanyaan ini. Kita tunggu saja...

notes:
* Gambar diambil dari Situs http://www.klikbca.com/, http://www.gazcard.com/, dan http://www.smartstripe.com/p1.html *tanpa izin dari publisher*

Sabtu, 05 Januari 2008

Nokia N95 + iPod 5th Gen > iPhone

Judul blog kali ini sengaja saya menggunakan notasi matematika untuk mengungkapkan bahwa dengan Nokia N95 dan iPod generasi kelima memiliki tingkat kesenangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya memiliki dan mengoperasikan iPhone 8GB (f/w 1.1.2 dan Baseband 04.02.13_G).

Setelah mengunjungi Apple Store 5th Avenue di akhir tahun yang lalu, saya tergoda untuk membawa pulang iPod Touch dan iPhone. Meskipun saya sebelumnya sudah memiliki iPod generasi kelima yang mendukung video playback. Yang ada di pikiran saat itu adalah mengganti iPod dengan iPhone, dan iPod Touch untuk istri tercinta.

Jangan tanya saya bagaimana membuat iPhone yang langsung Anda beli dari NY untuk bisa langsung dipakai di luar Amerika. Mungkin Anda harus mengkonsultasikannya dengan teman saya di blog miliknya di sini. Setelah konsultasi dan baca-baca hasil googling, saya memutuskan untuk tidak menggunakan iPhone dengan firmware 1.1.2 dan baseband 04.02.13_G tersebut. Alasannya simple, dan teman saya pun sepakat, bahwa iPhone akan lebih seru ketika melakukan unlockingnya saja bukan memakainya.

Tidak ada excitement khusus menggunakan iPhone bagi saya. iPhone seperti iPod Touch dengan fungsi Telepon. Fungsi telepon yang masih sedikit terbatas dibandingkan telepon genggam Nokia N95 yang saya miliki sekarang. Karenanya, saya menjualnya dalam kondisi unlock dengan harga sesuai pasaran di sini ;) FYI, di beberapa toko di Jakarta Selatan, iPhone dengan firmware 1.0.2 saja di jual dengan harga Rp7.100.000,- :) Mengambil margin yang sadis :P heheheheh...

Mungkin niatan saya menjadi first adopter harus saya urungkan karena memang kebiasaan saya yang harus meneliti lebih detail semua gadget yang akan saya beli. Trendsetter tidak akan membutakan saya :)

Dengan Nokia N95, saya masih bisa menggunakan teknologi 3G Video Call, menggunakan GPS untuk mengetahui posisi sebuah tempat dan melihatnya kembali di Google Earth, dan fungsionalitas telepon genggam yang lebih lengkap (SMS, Telepon, dll), kamera digital 5MP 300dpi 24bit color depth dengan flash led, radio FM dengan data radiostation dapat di download, WiFi B/G, video playback, hingga dukungan MicroSD hingga 4GB.

Sedangkan untuk iPod generasi kelima, saya bisa menyimpan data apapun hingga kapasitas 27,8GB. Mulai dari lagu dengan berbagai format (MP3 adalah format favorit saya), AudioBooks Apple format (yang saya isikan AlQur'an MP3 kemudian diconvert menjadi AAC Protected AudioBooks Format menggunakan iTunes), hingga Games yang dibeli dari iTunes Store (di iPod saya, ada games yang didukung oleh MTV Games - Harmonix's Phase seperti games Guitar Hero II di PS2, Gameloft's Brain Challange yang katanya untuk mengasah otak, Electronic Arts' Sudoku, dan Pop Cap's Zuma. Semuanya bisa membantu menghabiskan waktu sambil menunggu perjalanan ke kantor di Bus Transjakarta, atau menunggu dipanggil dokter spesialis ObGin di RS Bunda.

Saya akui, iPhone memiliki fitur interaksi dengan pemakainya sangat intuitif. Tidak ada satu pun gadget yang bisa meniru semua UI iPhone seperti pinch to zoom, scroll, rotate, dll. Tapi dengan fungsi telepon yang bahkan belum mendukung 3G apalagi Video Call, sedikit bermasalah dengan SMS forwarding, Phone number recognization, space terbatas hanya 8GB, Aplikasi yang hanya bisa dibeli oleh penguna iPhone secara legal (yang berarti hanya bisa dibeli oleh pengguna iPhone terdaftar di U.S).

Mungkin menikmati fitur yang intuitif itu cukup saya nikmati di iPod Touch istri saya saja. Tidak di jailbreak, sehingga tidak ada aplikasi atau game yang bisa ditambahkan di sana. Tidak masalah, toh istri pun hanya butuh mendengarkan lantunan Al-Qur'an dan music untuk sang janin..










Nokia N95
+
iPod 5th Gen
>
iPhone

Selasa, 01 Januari 2008

About Us

Otak Analog.

A startup company, located in East Jakarta, Indonesia.
Specialized in Apple iPhone Software Development
and Java Enterprise Software Development.

Contact: Burman at +628159107374 for inquiries .

About Me

Me,

Hobbist ke arah IT.
Mau gak mau kerja di dunia IT.
Eksplorasi benda dan hal-hal IT, kadang memaksa diri untuk membeli, tapi untungnya ada teman yang mau meminjamkan untuk dieksplorasi.